Pakaian branded dan mahal tak selamanya lebih baik. Greenpeace mengungkap tujuh merek pakaian ternama yang diproduksi dan atau dijual di Indonesia mengandung bahan beracun.
Greenpeace memberi tema tentang penelitian itu , yaitu"Benang Beracun-MerekFashion Ternama Terjahit Dengannya". Laporan yang diluncurkan secara serentak di dunia,penelitian itu direkomendasikan pada 27 negara didunia
Koordinator Water Patrol Greenpeace Indonesia, menguraikan bahwa untuk di Indonesia, investigasi dilakukan dengan mengoleksi empat sampel produk yang dijual di Indonesia dan delapan sampel yang diproduksi di Indonesia.
"Kami membeli pakaian itu di cabang-cabang resmi, memastikan yang kami beli tidak palsu. Sampel kami kirim ke laboratorium Greenpeace di London," katanya.
Hasil investigasi mengungkap, sebanyak 80 persen produk yang dijual di Indonesia mengandung racun. Untuk produk yang diproduksi di Indonesia, persentase yang mengandung rac un adalah 75 persen.
Merek-merek pakaian yang dijual di Indonesia dan mengandung racun adalah Armani, Esprit, GAP, Mango, dan Marks & Spencer, sementara merek yang diproduksi di Indonesia dan mengandung racun adalah Calvin Klein, Esprit, GAP, Levi's, dan Marks & Spencer.
Jenis racun yang terdapat dalam produk pakaian itu adalah NPEs (Etoksilat polifenol). Hilda mengungkapkan, senyawa itu adalah surfaktan yang berfungsi sebagai emulsifier.
Adanya senyawa NPEs dalam produk menunjukkan pemakaiannya dalam proses produksi. Senyawa ini bisa terlepas ke lingkungan perairan saat produk dicuci dan berpotensi merusak ekosistem air dan makhluk hidup di dalamnya atau yang menggunakannya.
Riset menunjukkan, NPEs dapat berfungsi beraksi seperti hormon estrogen, membuat ikan jantan menjadi feminin. Lewat rantai makanan, senyawa berpotensi masuk dalam tubuh manusia dan menyebabkan gangguan hormon.
Ahmad Ashov, Juru Kampanye Air Bebas Racun Greenpeace Indonesia, mengatakan, tujuan laporan ini adalah mengajak para produsen pakaian untuk tidak menggunakan bahan beracun dalam produksinya.
"Greenpeace menuntut merek fashion untuk berkomitmen terhadap nol pembuangan bahan kimia berbahaya pada tahun 2020, H & M dan M & S, dan meminta pemasok mereka untuk mengungkapkan semua bahan kimia beracun yang dilepaskan dari fasilitas mereka kepada masyarakat di sekitar lokasi pencemaran air," katanya.
Greenpeace memberi tema tentang penelitian itu , yaitu"Benang Beracun-MerekFashion Ternama Terjahit Dengannya". Laporan yang diluncurkan secara serentak di dunia,penelitian itu direkomendasikan pada 27 negara didunia
Koordinator Water Patrol Greenpeace Indonesia, menguraikan bahwa untuk di Indonesia, investigasi dilakukan dengan mengoleksi empat sampel produk yang dijual di Indonesia dan delapan sampel yang diproduksi di Indonesia.
"Kami membeli pakaian itu di cabang-cabang resmi, memastikan yang kami beli tidak palsu. Sampel kami kirim ke laboratorium Greenpeace di London," katanya.
Hasil investigasi mengungkap, sebanyak 80 persen produk yang dijual di Indonesia mengandung racun. Untuk produk yang diproduksi di Indonesia, persentase yang mengandung rac un adalah 75 persen.
Merek-merek pakaian yang dijual di Indonesia dan mengandung racun adalah Armani, Esprit, GAP, Mango, dan Marks & Spencer, sementara merek yang diproduksi di Indonesia dan mengandung racun adalah Calvin Klein, Esprit, GAP, Levi's, dan Marks & Spencer.
Jenis racun yang terdapat dalam produk pakaian itu adalah NPEs (Etoksilat polifenol). Hilda mengungkapkan, senyawa itu adalah surfaktan yang berfungsi sebagai emulsifier.
Adanya senyawa NPEs dalam produk menunjukkan pemakaiannya dalam proses produksi. Senyawa ini bisa terlepas ke lingkungan perairan saat produk dicuci dan berpotensi merusak ekosistem air dan makhluk hidup di dalamnya atau yang menggunakannya.
Riset menunjukkan, NPEs dapat berfungsi beraksi seperti hormon estrogen, membuat ikan jantan menjadi feminin. Lewat rantai makanan, senyawa berpotensi masuk dalam tubuh manusia dan menyebabkan gangguan hormon.
Ahmad Ashov, Juru Kampanye Air Bebas Racun Greenpeace Indonesia, mengatakan, tujuan laporan ini adalah mengajak para produsen pakaian untuk tidak menggunakan bahan beracun dalam produksinya.
"Greenpeace menuntut merek fashion untuk berkomitmen terhadap nol pembuangan bahan kimia berbahaya pada tahun 2020, H & M dan M & S, dan meminta pemasok mereka untuk mengungkapkan semua bahan kimia beracun yang dilepaskan dari fasilitas mereka kepada masyarakat di sekitar lokasi pencemaran air," katanya.